
Perempuan dalam sejarahnya mengambil peran bersama kelas termaju yakni kelas buruh untuk mengakhiri sistem kapitalis yang bobrok ini. Kekuatan perempuan progresif adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan kelas pekerja. Hal inilah yang menjadi ancaman bagi pemilik modal yang membutuhkan buruh yang jinak demi langgengnya eksploitasi oleh modal di Indonesia.
Peringatan Hari Perempuan Sedunia tahun ini bertepatan dengan genapnya 100 hari pemerintahan Prabowo dan bulan suci Ramadhan. Sepanjang 100 hari pertama pemerintahan Prabowo, rakyat disuguhi serangkaian kasus korupsi di mana ribuan triliun kekayaan negara yang sejatinya adalah milik rakyat digarong oleh para pejabat secara berjemaah dan tanpa tedeng aling-aling.
Kesulitan hidup juga terus menghimpit perikehidupan rakyat, drama kelangkaan gas 3 kilogram yang merupakan salah satu kebutuhan paling mendasar bagi rakyat, perampokan sistematis terhadap rakyat melalui pinjaman online dan judi online, pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kian massif, penurunan daya beli di masyarakat, ketidakadilan penegakan hukum karena sistem dan aparatus yang korup, dan bencana yang silih-berganti menimpa rakyat akibat pengrusakan alam oleh korporasi dan negara. Semua kesulitan yang dialami rakyat ini adalah cermin penyelenggaraan negara yang koruptif.
Bagi rakyat kelas pekerja, sedari awal tahun 2025 ini gelombang PHK besar-besaran telah menggulung hampir ratusan ribu buruh dan pemerintah justru menjadi juru stempel pengesah PHK yang dilakukan secara sepihak oleh pengusaha. Ratusan ribu buruh dan perempuan terpaksa tercerabut dari negeri kelahirannya menjadi buruh migran di negeri lain, namun inisiatif ini malah dibalas cibiran sinis oleh seorang wakil menteri dan para pendengung bayaran pro pemerintah.
Dalam situasi buruk ini, yang paling terdampak tentu saja kaum perempuan sebagai bagian dari masyarakat kapitalis dan patriarkal yang dikondisikan untuk menanggung beban ganda sosio-ekonomi dan domestik. Negara telah gagal untuk menyejahterakan rakyatnya, telah gagal membangun industri nasional, dan gagal melindungi sumber daya alam dari perampokan bangsa lain karena penyelenggaraannya dilakukan berdasarkan motif yang korup, sekadar mencari rente, dan menjadi pelayan kepentingan oligarki.
Jakarta, 8 Maret 2025
Komite Pusat
Federasi Serikat Buruh Militan
(KP FSEBUMI