Taman Segitiga Emas Kayuagung pada Rabu 1 Mei 2024 dipenuhi ratusan buruh dari berbagai perusahaan di Ogan Komering Ilir (OKI) bergerak dalam aksi damai, memperingati Hari Buruh Sedunia atau May Day.
Dengan seragam kaus merah berlogo Federasi Serikat Buruh Perkebunan Patriotik Indonesia (F-Sarbupri), para buruh menyampaikan tuntutan penting: kesejahteraan dan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja.
Ketua Koordinator Aksi, Saiful Ansori, dengan tegas menyuarakan permintaan untuk dibentuknya Dewan Pengupahan di OKI.
“Kami ingin OKI memiliki Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Sektor (UMSK) sendiri,” ungkapnya.
BACA JUGA:KPUD Batalkan Suara Partai Buruh, Tak Terdaftar Sebagai Peserta Pemilu
BACA JUGA:Pernah Pimpin Serikat Buruh hingga Jadi Komisaris,Irma Suryani, Caleg Sumsel yang Bakal Menapak Senayan
Dalam konteks ini, Ansori menekankan bahwa wilayah OKI, yang memiliki sejumlah besar perusahaan kelapa sawit dan pekerja.
Seharusnya mampu membentuk dewan pengupahan seperti halnya di Kabupaten Muba dan Banyuasin yang sudah memiliki UMK tersendiri.
Lebih dari 700 massa turut serta dalam aksi ini, menyerukan pentingnya Dewan Pengupahan di OKI. Namun, tuntutan buruh tidak hanya sebatas pada pengupahan.
Mereka juga menolak sistem kerja kontrak (outsourcing) dan pemagangan, menentang pemutusan hubungan kerja (PHK), union busting (pemberangusan serikat pekerja), dan kriminalisasi aktivis buruh.
Selain itu, buruh juga mendesak perlunya jaminan sosial yang lebih kuat daripada asuransi sosial, serta menolak Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya.
“Inilah yang kami tuntut pada peringatan May Day kali ini,” tambahnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) OKI, Irawan, memberikan tanggapannya terkait tuntutan Dewan Pengupahan.
Menurutnya, hal ini akan dibahas secara menyeluruh di kantor. “Kami akan mempelajarinya terlebih dahulu karena memerlukan perhitungan dan waktu. Nanti akan ditinjau dari data BPS mengenai inflasi,” jelasnya.
Irawan juga menyatakan bahwa pihaknya akan merekomendasikan metode perhitungan yang sesuai, apakah UMK atau UMP (Upah Minimum Provinsi) yang lebih tinggi digunakan.
“Karena angka UMP di OKI lebih tinggi dari rata-rata provinsi, yakni sekitar Rp 3,4 juta, sedangkan UMK hanya sekitar Rp 2,9 juta,” lanjutnya.
Hal ini menjadi dasar rekomendasi pihaknya untuk mengadopsi UMP saja, mengingat bahwa UMK bisa lebih merugikan para pekerja.
Berita diambil dari https://sumateraekspres.bacakoran.co/read/44364/may-day-2024-ini-dia-tuntutan-buruh-di-oki