MAYDAY SEBAGAI HARI PERLAWANAN :
Buruh dan Rakyat Bergerak Melawan Pemutusan Hubungan Kerja
dan Kenaikan Harga Pangan
I. Situasi Hari Ini
Rakyat Indonesia baru saja melewati hingar-bingar tahun politik dengan diadakannya
pemilihan umum sebagai puncaknya. Namun semarak pesta elektoral segera saja berganti
menjadi kegelisahan di masyarakat terutama kelas pekerja akibat semakin rampannya
pemutusan hubungan kerja dan ditambah pula dengan naiknya harga pangan pokok. Apabila
kita menengok ke lima tahun belakang, hantaman-hantaman terhadap perikehidupan rakyat
kelas pekerja seakan-akan tidak ada habisnya. Masih belum lekang dari ingatan kita betapa
perikehidupan rakyat kelas pekerja terdampak begitu beratnya oleh pandemi Covid-19,
disusul kemudian dengan disahkannya Undang-undang Cipta Kerja yang mengesampingkan
dan melucuti banyak hak-hak ekonomi kelas pekerja dan rakyat pada umumnya.
Hantaman-hantaman terhadap perikehidupan rakyat ini tentu saja berdampak paling berat
terhadap kelompok-kelompok di masyarakat yang rentan; buruh, kaum miskin, dan
perempuan. Rakyat tidak bisa berharap banyak terhadap itikad pemerintah untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan ini dikarenakan keberpihakan pemerintah belum
sepenuhnya kepada rakyat. Rakyat harus mencari jalan keluarnya sendiri supaya bisa
bertahan hidup di tengah gempuran kesulitan hidup.
Momentum peringatan Hari Buruh Sedunia tahun ini diperingati di tengah-tengah krisis
ekonomi dan politik di seluruh bagian dunia. Berbagai kesulitan hidup menimpa kelas
pekerja dan perempuan di seluruh dunia. Hari-hari kita diwarnai oleh berbagai berita yang
mengabarkan penderitaan rakyat; krisis ekonomi yang menumbalkan kelas pekerja melalui
pemotongan upah, hilangnya kepastian kerja akibat informalisasi hubungan kerja yang
diperluas dan dipermudah, pemutusan hubungan kerja, kenaikan harga-harga kebutuhan
pokok, dan semakin merosotnya taraf kehidupan masyarakat kelas pekerja. Dan kita juga
tidak bisa begitu saja memalingkan pandangan kita terhadap penderitaan rakyat Palestina
yang mengalami penyerangan dan pendudukan secara militer oleh rezim apartheid Israel.
II. Pemutusan Hubungan Kerja dan Kenaikan Harga Pangan sebagai Serangan
terhadap Rakyat
Tidak dapat dipungkiri bahwa corak produksi yang ada di masyarakat kita adalah corak
produksi kapitalis yang bertujuan untuk meraup sebesar-besarnya keuntungan bagi pemilik
modal. Maka sudah menjadi keniscayaan ketika kapitalisme mengalami krisis sebagaimana
saat ini yang menjadi tumbalnya adalah rakyat kelas pekerja. Pemutusan hubungan kerja
yang marak terjadi di mana-mana saat ini dan diikuti juga oleh kenaikan harga pangan pokok
adalah serangan terhadap rakyat kelas pekerja demi menyelamatkan kapitalisme dari
kebangkrutannya. Kaum pemilik modal melalui juru bicaranya di pemerintahan dan para ahli
ekonomi bayarannya akan mencoba mengelabui rakyat terhadap kenyataan yang
sesungguhnya terjadi dengan menggunakan berbagai dalih dan tirai asap. Mereka akan
menutupi fakta kekayaan dunia dan surplus produksi pangan dunia, mereka akan
mengalihkan pandangan masyarakat terhadap ketidakadilan distribusi kekayaan dunia dan surplus produksi pangan. Mereka akan menimpakan seluruh kesalahan dan beban
kerugiannya kepada rakyat kelas pekerja.
III. Perempuan dan Proses Produksi Masyarakat
Menurut data Badan Pangan Dunia (FAO), lebih dari 50 persen produksi pangan dunia
dihasilkan oleh kaum perempuan dan 20 persen tenaga kerja di sektor pertanian adalah kaum
perempuan. Juga kita tidak boleh melupakan fakta bahwa 50 persen penduduk dunia bekerja
tanpa dibayar, mereka ini adalah kaum perempuan yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
domestik yang sejatinya menjadi penopang utama dari proses penciptaan kekayaan di
masyarakat. Kita tidak dapat memungkiri bahwa adalah kaum perempuan yang memiliki
kodrat biologis melahirkan, yang dibebankan oleh sistem di masyarakat untuk merawat dan
mendidik anak-anak yang akan menjadi sekrup sistem ekonomi di masyarakat, dan
menciptakan kondisi domestik yang menunjang proses produksi di masyarakat.
Namun peran yang vital ini kemudian berbanding terbalik dengan kondisi perempuan di
masyarakat. Perempuan masih menjadi kelompok di masyarakat yang paling rentan terhadap
berbagai kekerasan, baik secara fisik, seksual, dan psikologis. Perempuan masih menjadi
bagian dari dari masyarakat yang paling dahulu dikesampingkan hak-haknya, baik secara
ekonomi maupun politik. Ruang-ruang di masyarakat bagi perempuan masih sarat digelayuti
berbagai prasangka terbelakang yang mempersempit ruang bagi aktualisasi kaum perempuan.
IV. Kesimpulan dan Seruan
Maka pada momentum peringatan Hari Buruh Sedunia 1 Mei tahun ini menjadi penting bagi
kita untuk mengingat kembali peran penting dan sejarah perjuangan kaum buruh di
masyarakat dan menyuarakan tuntutan atas berbagai persoalan ekonomi politik yang
menghimpit rakyat kelas pekerja. Kami rakyat kelas pekerja dari Aliansi Suara Perempuan
bergerak dan menyerukan :
1. Turunkan Harga Pangan
2. Tolak PHK
3. Kepastian Kerja untuk Rakyat
4. Bongkar Mafia Ketenagakerjaan
5. Cuti Haid tanpa Syarat
6. Laksanakan Hak Cuti Hamil, Cuti Melahirkan, dan Cuti Menyusui sesuai Aturan yang
Berlaku
7. Upah Layak untuk Pekerja Domestik
8. Subsidi untuk Petani dan Nelayan
9. Bangun Industri Nasional di bawah Kendali Rakyat
10. Solidaritas untuk Rakyat Pekerja Palestina
Jakarta, 1 Mei 2024
ALIANSI SUARA PEREMPUAN
Federasi SEBUMI – Susi Rahayu Transiska (0857 4237 3616)
Federasi GBK – Ampi (0878 1933 8862)